PENETAPAN KADAR OBAT DALAM SAMPEL BIOLOGIS
ABSTRAK
Faramakokinetik obat yang masuk ke dalam tubuh melalui berbagai cara pemberian
umumnya
mengalami absorbsi, distribusi dan
pengikatan untuk sampai di tempat kerja dan menimbulkan efek.
Selanjutnya dengan atau tanpa
biotransformasi obat dieksresi dari
tubuh. Seluruh proses ini yang disebut dengan proses farmakokinetik dan
berjalan secara serentak. Percobaan
menggunakan tikus sebagai
hewan uji yang sebelumnya diberi parasetamol 150 mg/kgbb, dengan selang waktu
1,5-2 jam untuk mencapai kadar puncak. Hewan uji tersebut diambil organ penting
(hati, paru-paru, ginjal) untuk mengukur kadar yang terkandung didalamnya. Metabolisme
obat terjadi terutama dihati yaitu dimembran retikulum endoplasma. Reaksi
metabolisme terdiri dari reaksi fase 1 dan reaksi fase 2. Enzim yang berperan
dalam metabolisme adalah enzim CYP. Pada percobaan ini bertujuan untuk
mengetahui kadar yang
terdapat pada sampel biologis..
Kata
kunci: Biotransformasi, Sampel biologis
RUMUSAN
MASALAH
Pada
organ biologis apa, obat dapat dimetabolisme secara maksimal?
TUJUAN
PENELITIAN
Untuk mengetahui metabolisme
obat yang paling maksimal.
TEORI DASAR
Berdasarkan
jenis atau bentuknya, interaksi obat diklasifikasikan atas:
a. Interaksi
secara
kimia
/ farmasetis
b. Interaksi secara farmakokinetik
c. Interaksi secara fisiologi
d. Interaksi secara farmakodinamik
Farmakokinetik
Obat yang masuk ke dalam tubuh melalui berbagai cara pemberian
umumnya
mengalami absorbsi, distribusi dan
pengikatan untuk sampai di tempat kerja dan menimbulkan efek.
Selanjutnya dengan atau tanpa
biotransformasi obat dieksresi dari
tubuh. Seluruh proses ini yang disebut dengan proses farmakokinetik dan
berjalan secara serentak.
Pada
pemberian
obat secara oral, obat harus mengalami
proses sebagai berikut antara lain:
a.
Absorbsi
b.
Distribusi
c.
Eliminasi
Model
Non Kompartemen
Untuk
memeperkirakan nilai parameter
farmakokinetik dapat dilakukan dengan yaitu
dengan model non kompartemen. Metode ini dikerjakan atas dasar
perkirakan luas daerah di bawah kurva (AUC) obat dalam
darah terhadap waktu. Model ini tidak perlu adanya asumsi tentang model kompartemen
sehingga dalam semua proses harus mengikuti kinetika orde satu
harus dipenuhi yang berarti farmakokinetiknya harus linier.
Model
non kompartemen digunakan untuk menghitung
parameter absorbsi, distribusi, dan
eliminasi berdasarkan teori momen statistik. Penaksiran AUC tidak hanya digunakan untuk
menghitung bioavailabilitas, tapi
dapat juga digunakan untuk menghitung clearance obat yang sama pada perbandingan dosis intravena, dengan AUC. Semua
parameter farmakokinetik,clearance
kebanyakan digunakan dalam aplikasi klinik dan juga digunakan untuk evaluasi mekanisme
eliminasi.(Gunawan, Sulistia G,
dkk.2009)
Parasetamol yang diberikan
secara oral absorbsinya
berhubungan dengan tingkat pengosongan lambung. Konsentrasi darah puncak biasanya tercapai dalam
30-60 menit. Waktu paruh acetaminofen adalah 2-3 jam dan
relatif tidak terpengaruh
oleh fungsi ginjal (Katzung, 2004).

gambar
1. Struktur parasetamol
Parasetamol atau asetaminofen adalah obat analgesik dan antipiretik serta obat anti-inflamasi
nonsteroid (AINS) merupakan suatu
kelompok yang heterogen. Obat ini termasuk dalam
derifat-asetanilida, ini merupakan metabolit dari fenasetin
yang dulu banyak
digunakan sebagai analgetik. Pada tahun 1978 obat ini telah ditarik dari
peredaran, karena efek sampingnya (karsinogen
dan nefrotoksisitas). Parasetamol mempunyai aktivitas
sebagai analgesik dan antipiretik dengan sedikit efek anti-inflamasi. Parasetamol dianggap sebagai obat yang paling aman untuk swamedikasi.
Walaupun harus diperhatikan bahwa kelebihan
dosis parasetamol dapat mengakibatkan nekrosis hati pada manusia
dan hewan. (Katzung, 2004)
Parasetamol merupakan
salah satu metabolit fenasetin, namun fenasetin
menimbulkan gejala keracunan yang agak
lain, yaitu methemoglobinemia, sedangkan kelainan pada ginjal lebih sering. Hati tidak bisa melakukan detoksifikasi parasetamol, karena
jumlah obat yang besar
itu menjadikan hati jenuh untuk kapasitas metabolisme normal.
Keracunan serius bisa terjadi dengan
kira-kira sedikatnya 12-20 tablet
parasetamol, tergantung dari
kapasitas individual setiap orang. Waktu paruh parasetamol dalam darah (normal 2 jam) juga sangat
memanjang (lebih dari 4 jam),
sehingga dipakai sebagai ukuran untuk menilai
derajat keseriusan keracunan. Sebaiknya parasetamol tidak diberikan pada penderita yang mempunyai gangguan fungsi hati, misalnya hepatitis akut maupun kronik. Semua NSAID mempunyai
efek samping keracunan kronis terjadi pada ginjal tapi sifat ini dimiliki semua NSAID
disebut analgetic nephropathy. Nefropati baru terjadi, pemakaian terus-menerus
selama bertahun-tahun sampai 10-20 tahun. Ginjalnya menjadi sklerotik dan akhirnya harus
dicangkok ginjal. Jadi, parasetamol merupakan
bahan toksis hanya dalam jumlah yang besar. Fenomena ini tidak terlihat bila parasetamol digunakan dalam
dosis terapi yaitu 3 kali 1 tablet (orang dewasa). (Katzung, 2004)
METODOLOGI
Percobaan ini
dilakukan di laboratorium farmakologi Akademi Farmasi Nasional Surakarta.
ALAT DAN BAHAN
Alat
-
Pipet
volume 0,5 ml; 1 ml; 5 ml
-
Labu
takar 50 ml; 100 ml
-
Tabung
reaksi/ flakon
-
Pipet
ukur 5 ml
-
Spektrofotometer
dan kuvet
-
Scalpel/
silet
-
Stopwatch
-
Sentrifuge
-
Mortir
dan stamfer
-
Gunting,
pisau, scalpel
Bahan
-
Larutan
parasetamol 10 mg/ml dalam CMC Na 0,5%
-
Asam
klorida 6N
-
Natrium
nitrit 10%
-
Asam
sulfamat 15%
-
Hati,
paru paru, ginjal
CARA KERJA
- Uji pendahuluan
Hewan uji
diberi parasetamol dengan dosis 150 mg/kgbb. Saat obat di perkiran mencapai
kadar puncak kira – kira ( 1,5 – 2 jam setelah pemberian ).Hewan uji di
korbankan ( dislokasi leher, anastesi eter, benturan fisik ) dan kemudian di
ambil organ – organ pentingnya. Lakukan penetapan kadar obat dalam organ
tersebut ( liver, ginjal, paru – paru ).
- Penetapan kadar dalam sampel biologis
1.
Timbang
organ ( hati, paru-paru, ginjal )
2.
Homogenkan
organ dengan mortar dan stamfer
3.
Ambil
300 mg bagian organ, tambah 10 ml NaOH 1 N, kemudian sentifuge 15 menit
4.
Ambil
larutan bening
- Kuva baku
1.
Sampel
300 mg + ( 10 ml NaOH + parasetamol 10 mg)
2.
Sentrifuge
selama 15 menit
3.
Ambil
larutan bening (buat seri 10, 15, 20, 25, 30 ppm)
4.
Cari
λmax (scaning 200-300nm)
5.
Ukur
serapan
- Blangko
1.
Sampel
300 mg + 10 ml NaOH 1N
2.
Sentrifuge
selama 15 menit
3.
Ambil
larutan bening
4.
Pipet
0,1 ml + NaOH 1N ad 10 ml
5.
Add
kan hingga 10 ml
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada percobaan ini bertujuan untuk menetapkan kadar
obat dalam sampel hati, ginjal, paru-paru pada hewan uji tikus. Untuk
mengetahui kadar obat dalam sampel organ dapat dilakukan dengan bioanalisis.
Bioanalisis adalah analisis secara kualitatif maupun kuantitatif suatu bahan
obat maupun sediaan obat dalam sampel biologis. Bioanalisis dapat dibedakan
menjadi 4:
1.
Bioanalisis
kualitatif
2.
Bioanalisis
kuantitatif
3.
Bioanalisis
in-vivo
4.
Bioanalisis
in-vitro
Bioanalisis yang digunakan pada percobaan ini adalah
bioanalisis secara kuantitatif dan in-vivo. Bioanalisis kuantitatif adalah
analisis suatu bahan obat maupun sediaan obat pada sampel biologis yang di
dasarkan pada keberadaan senyawa, dengan cara melakukan penetapan kadarnya.
Bioanalisis in-vivo adalah obat
dimasukan dalam subyek uji untuk melihat efek atau pengaruh tubuh terhadap
obat, dan sampel biologis berupa sampel darah,urin,seliva,biopsi jaringan,organ
atau sampel yang lain.
Pada
percobaan ini obat yang digunakan adalah parasetamol. Parasetamol atau asetaminofen adalah obat analgesik dan
antipiretik serta obat anti-inflamasi nonsteroid (AINS) merupakan suatu
kelompok yang heterogen. Obat ini termasuk dalam derifat-asetanilida, ini
merupakan metabolit dari fenasetin yang banyak digunakan sebagai analgetik.
Parasetamol merupakan salah satu metabolit fenasetin, namun fenasetin
menimbulkan gejala keracunan yang lain, yaitu methemoglobinemia, sedangkan
kelainan pada ginjal lebih sering. Hati tidak bisa melakukan detoksifikasi
parasetamol, karena jumlah obat yang besar itu menjadikan hati jenuh untuk
kapasitas metabolisme normal.
Interaksi secara farmakokinetik terjadi apabila
suatu obat mempengaruhi absorbsi, distribusi, biotransformasi /metabolisme,
atau ekskresi obat lain. Obat yang masuk ke dalam tubuh melalui berbagai cara
pemberian umumnya mengalami absorbsi, distribusi dan pengikatan untuk sampai di
tempat kerja dan menimbulkan efek. Selanjutnya dengan atau tanpa
biotransformasi obat dieksresi dari tubuh. Seluruh proses ini yang disebut
dengan proses farmakokinetik dan berjalan secara serentak.
Metabolisme parasetamol terjadi di hati. Metabolit
utamanya meliputi senyawa sulfat yang tidak aktif dan konjugat glukoronida yang
dikeluarkan lewat ginjal. Hanya sedikit jumlah parasetamol yang
bertanggungjawab terhadap efek toksik (racun) yang diakibatkan oleh metabolit
NAPQI (N-asetil-p-benzo-kuinon imina).
Waktu paruh parasetamol dalam darah (normal 2 jam)
juga sangat memanjang (lebih dari 4 jam), sehingga dipakai sebagai ukuran untuk
menilai derajat keseriusan keracunan. Parasetamol yang diberikan secara oral
absorbsinya berhubungan dengan tingkat pengosongan lambung. Konsentrasi darah
puncak biasanya tercapai dalam30-60 menit. Waktu paruh acetaminofen adalah 2-3
jam dan relatif tidak terpengaruh oleh fungsi ginjal.
Untuk mengetahui kadar obat didalam tubuh dilakukan
dengan mengambil sampel biologis dari subyek uji yaitu tikus. Pengambilan
sampel biologis dari subyek uji yaitu tikus dilakukan dengan pembedahan setelah
1,5 jam pemberian obat, yang bertujuan agar obat telah mengalami fase
farmakokinetik. Pengambilan sampel biologis dari subyek uji tikus dilakukan
dengan cara pembedahan setalah hewan dikorbankan. Sampel biologis yang diambil
adalah hati, paru-paru, ginjal. Masing- masing sampel dihaluskan hingga
didapatkan ekstrak sampel. Ekstrak dari masing-masing organ ditimbang dan ditambah larutan NaOH dan di sentrifuge
selama 10 menit dengan kecepatan tertentu. Perlakuan sentrifuge bertujuan untuk
mendapatkan ekstrak bening dari sampel yang akan dianalisis. Penambahan NaOH
bertujuan untuk melarutkan parasetamol dan untuk meningkatkan intensitas
serapan(absorbansi). Masing-masing sampel diukur absorbansinya menggunakan alat
spektrofotometer pada panjang gelombang 435 nm. Data absorbansi mencerminkan
konsentrasi zat yang dianalisis yang terdapat dalam pembawanya dalam hal ini
adalah paru-paru, ginjal dan hati. Dari
data absorbansi dapat diketahui kadar obat dalam masing-masing sampel biologis.
Dari data absorbansi dapat diketahui bahwa nilai
absorbansi rata-rata obat yaitu parasetamol didalam hati 1,4516 ; didalam
ginjal 1,0937 ;dan didalam paru-paru 1,4701. Secara teoritis kadar terbesar
parasetamol berturut-turut adalah terdapat
pada hati, ginjal dan paru-paru, tetapi dalam hasil praktik didapatkan bahwa
kadar terbesar obat terdapat pada sampel paru-paru,hati dan ginjal. Karena
dapat diketahui bahwa parasetamol memiliki waktu paruh 2-3 jam, selain itu
absorbsi parasetamol yang diberikan secara peroral sangat dipengaruhi oleh
waktu pengosongan lambung. Bila waktu pengosongan lambung cepat maka absorbsi
obat juga akan cepat, tetapi bila waktu pengosongan lambung lama maka absorbsi
obat juga akan lama, karena absorbsi parasetamol terganggu dengan adanya
makanan. Sehingga waktu pengosongan
lambung akan mempengaruhi absorbsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi dan
akan berpengaruh pada nilai kadar obat didalam masing-masing sampel. Paru-paru
memiliki kadar parasetamol terbesar dapat dikarenakan, tubuh memiliki kemampuan
untuk segera memetabolisme obat. Metabolit tidak aktif parasetamol yaitu sulfat dan konjugat
glukoronidasi yang dibawa oleh darah terserap oleh paru-paru sehingga didalam
paru-paru juga terdapat parasetamol dalam bentuk metabolit tidak aktifnya.
Berkurangnya kadar obat dalam plasma dan lamanya
efek tergantung pada kecepatan metabolisme dan ekskresi. Faktor ini menentukan
kecepatan eleminasi obat yang dinyatakan dengan plasma half-life eliminasi
(waktu paruh atau t1/2) yaitu rentang waktu dimana kadar obat dalam plasma pada
fase eliminasi menurun sampai separuhnya. Plasma half-life juga tergantung dari kecepatan
biotransformasi/metabolisme dan ekskresi obat. Obat dengan metabolisme cepat
maka half lifenya pendek. Sedangkan obat yang tidak mengalami proses
bitransformasi, obat dengan siklus enterohepatik, obat yang diresorpsi kembali
oleh tubuli ginjal, obat dengan presentase pengikatan pada protein yang tinggi
mempunyai plasma half time panjang.
Nilai absorbansi yang dihasilkan tidak sesuai
berdasar teorinya ini dapat disebabkan luas permukaan dinding usus, kecepatan
pengosongan lambung, pergerakan saluran cerna dan aliran darah ketempat
absorpsi pada hewan uji, kecepatan aktivitas farmakokinetik obat yang meliputi
absorbsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi. Juga dapat disebabkan dari
pemerian yang kurang tepat pada jaringan yang dituju.
KESIMPULAN
Dari hasil uji dapt diketahui bahwa kadar parasetamol terbesar terdapat di
sampel paru-paru,ginjal dan hati. Hal ini dapat disebabkan antara lain waktu pengosongan
lambung pada hewan uji, kecepatan aktivitas farmakokinetik obat yang meliputi
absorbsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi. Juga dapat disebabkan dari
pemerian yang kurang tepat pada jaringan yang dituju.
PUSTAKA
Gunawan, Sulistia G,
dkk.2009. Farmakologi dan Terapi edisi V. FKUI :Jakarta
Katzung. Bertram G, 2004. Farmakologi
Dasar Dan Klinik. SaLemba Medika: Surabaya
Casino Baccarat | | FEBCASINO Casino
BalasHapusThe rules and regulations of the casino's 1xbet license. You do have the right 인카지노 to bet on the game, as long as you agree to the game. The game is 바카라 played with one of